Bisnis konveksi adalah salah satu jenis bisnis yang cukup
populer di Indonesia. Tersebar hampir di setiap daerah. Kepopuleran bisnis konveksi utamanya
adalah disebabkan karena dua hal. Pertama, karena produk yang dihasilkan oleh industri konveksi, yaitu
pakaian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, maka market untuk bisnis konveksi akan
selalu ada. Pangsa pasar yang jelas, membuat tidak sedikit orang yang berusaha
memaksimalkan potensi dari bisnis konveksi.
Yang kedua, bisnis konveksi menjadi populer karena entry barrier untuk bisa memulai bisnis ini tidak
terlalu besar. Seseorang bisa memulai sebuah bisnis konveksi dengan
hanya bermodalkan dua atau tiga buah mesin jahit. Dan mesin jahit, adalah salah
satu mesin produksi termurah. Tidak seperti mesin-mesin produksi di industri
lainnya yang harganya bisa mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah,
seseorang bisa membeli mesin jahit hanya dengan harga ratusan ribu rupiah saja.
Seseorang bisa memulai berbisnis konveksi dari
garasi rumahnya yang luasnya hanya beberapa meter persegi saja, tidak perlu
membuat pabrik yang luasnya ratusan atau ribuan meter persegi. Karena entry barrier yang tidak terlalu besar inilah
tidak sedikit orang yang berani mencoba berbisnis konveksi.
Sebelum kita membahas lebih jauh
tentang bisnis konveksi, mari kita mengidentifikasi dan
mendefinisikan terlebih dahulu tentang bagaimana dan apa sebetulnya bisnis
konveksi itu. Kalau anda membaca literatur-literatur bisnis, maka anda TIDAK
akan menemukan sebuah bisnis bernama “bisnis konveksi”.
Secara teori, tidak ada yang namanya bisnis konveksi.
Tapi di Indonesia, “bisnis konveksi” eksis.
Dalam sebuah proses manufaktur garment, terdapat suatu proses di mana kain (barang setengah
jadi) diubah menjadi pakaian siap pakai. Proses mengubah material setengah jadi
menjadi pakaian terdiri dari 3 bagian besar, yaitu proses memotong (Cutting)
sesuai dengan pola pakaian, proses menjahit (Making), dan proses merapikan
(Trimming)– memasang kancing, memberikan bordir, dsb. Dalam industri konveksi, proses inilah yang dikerjakan.
Populernya, orang menyingkatnya menjadi CMT alias Cut, Make, and Trim. Lalu apa
yang membedakan bisnis “konveksi” dan
bisnis “garment”? Apakah dari skala produksinya? Luas wilayah
produksinya? Orientasi penjualannya? Atau alasan lainnya?
Dilihat dari proses produksi, ada
sedikit perbedaan antara bisnis “garment” dengan
bisnis “konveksi”. Di pabrik garment,
proses produksi dilakukan berdasarkan jenis proses. Misalnya, ketika sedang
proses menjahit (membuat) kerah baju, maka satu pabrik (seluruh pekerja) akan
membuat kerah. Kemudian, ketika proses memasuki tahapan menyambung lengan
dengan body baju, maka seluruh pekerja akan menjalankan proses tersebut.
Demikian seterusnya.
Sedangkan di pabrik konveksi, proses produksi dilakukan secara
keseluruhan oleh tiap-tiap operator jahit. Satu orang operator akan menjahit
satu baju mulai dari menjahit kerah, lengan, dan seterusnya sampai menjadi satu
pakaian utuh. Baru setelah menjadi satu pakaian utuh, mereka menjahit potongan
kain berikutnya menjadi satu pakaian utuh lainnya.
Paparan di atas menjelaskan,
bagaimana proses produksi dalam bisnis konveksi dilakukan.
Selanjutnya, kita akan membahas tentang terminologi bisnis konveksi itu sendiri. Sebetulnya, “konveksi” merupakan cara bagi pabrik-pabrik garment untuk menyelesaikan pesanan yang
diterimanya, jika pesanan tersebut tidak mungkin dikerjakan atau secara
ekonomis sudah tidak efisien lagi untuk dikerjakan. Pesanan tidak mungkin
dikerjakan, misalnya karena pabrik garment tersebut sudah sedang running sebuah proses produksi, dan tidak mungkin
dihentikan hanya untuk mengerjakan satu pesanan yang berbeda. Sedangkan
yang dimaksud tidak ekonomis, misalnya, karena margin keuntungan yang bisa
diperoleh terlalu kecil, sedangkan pabrik garment tersebut sudah terlanjur
menandatangani kontrak produksi dengan si pemesan. Margin keuntungan mengecil
bisa disebabkan karena keputusan pemerintah untuk menaikkan harga energi atau
upah minimum pekerja.
Pesanan-pesanan seperti ini,
kemudian disubkontrakkan atau “dikonveksikan” kepada pemanufaktur-pemanufaktur
kecil. Pemanufaktur-pemanufaktur kecil ini kemudian dibina oleh pabrik garment. Pabrik garment memberikan pembinaan
mulai dari cara memotong yang benar, melakukan proses QC sesuai dengan standard
mereka, dst. Pemanufaktur-pemanufaktur kecil inilah yang kemudian disebut
sebagai “konveksi”. Dari sinilah awal mula lahirnya “bisnis konveksi” di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar